www.tribunsatu.com
Galeri Foto - Advertorial - Pariwara - Indeks Berita
 
Dua Tahun Sudah Tersangka, LSM Minta Polda Riau Jelaskan Alasan Tersangka Korupsi Bansos Bengkalis Belum Ditahan
Sabtu, 07-03-2020 - 11:15:19 WIB
TERKAIT:
   
 

RIAU- Tribunsatu.com Dewan Pimpinan Pusat LSM Komunitas Pemberantas Korupsi melalui ketua koordinator lapangan (Korlap), Suherman, SH menegaskan Polda Riau dibawah kepemimpinan Kapolda Riau, Irjen Pol Agung Setya Imam Efendi, SH.,S.I.K,M.Si harus menjelaskan mengenai status tersangka pada kasus dugaan korupsi dana Hibah/Bansos untuk Kabupaten Bengkalis yang berpotensi Rp204 miliar dari total biaya anggaran senilai Rp272.277.491.850 tahun 2012 tidak menjalani penahanan.

Suherman SH, mengkritik keras langkah Polda Riau yang belum menahan tersangka bernisial SA alias Aliong serta lambat menuntaskan penyelesaian perkara korupsi luar biasa tersebut di Kabupaten Bengkalis.

"Polri dalam hal ini Polda Riau harus memberikan contoh baik," kata Suherman saat dikonfirmasi puluhan Wartawan di Pekanbaru, Jum'at (06/03/2020) sore.

Dengan keras Suherman mengkritik langkah hukum dari Polda Riau yang dinilai berlarut-larut menuntaskan penyelidikan dugaan kasus tindak pidana korupsi yang telah berjalan cukup lama itu. Bahkan langkah Ditreskrimsus Polda Riau yang belum menahan terhadap seorang tersangka yang dituduh terlibat korupsi sebagai tindakan penyanderaan saja.

"Langkah yang diambil Polisi (penyidik-red) untuk menetapkan tersangka tapi didiamkan itu samahalnya penyanderaan terhadap seseorang," ujarnya.

Ia (Suherman SH) mengingatkan polisi agar mengedepankan kehati-hatian saat menetapkan tersangka kasus korupsi sehingga tidak menimbulkan tuduhan terhadap kasus yang ditangani diendapkan atau tidak beres dan tak becus.

Wakil sekretaris LSM Forum Berantas Korupsi (FBK), Azis, menilai penyidik memiliki kewenangan alasan objektif dan subjektif seperti khawatir melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan melakukan kembali tindak pidana lain dan/atau tindak pidana yang sama.

Wasek aktivis Forum Berantas Korupsi wilayah Riau itu mengatakan, sebaiknya pihak Polda Riau memberikan kepastian hukum terhadap perkara yang telah ditetapkan tersangka.

Mestinya harus ada proses hukum yang benar, bukan seperti yang terjadi, status hukumnya tak jelas, kata Azis.


Dia (Azis-red), mendesak Polda Riau untuk segera memberi penjelasan/klarifikasi ke khayalak umum atau publik terkait alasan objektif penyidik yang tidak menahan tersangka yang telah lama ditetapkan pada tahun 2018.


Menurutnya, hal itu dilakukan agar tidak ada kecurigaan dari berbagai pihak atau publik terhadap kinerja Polda Riau dalam menangani kasus-kasus korupsi di Provinsi Riau.


Diketahui dua tahun yang silam, Polda Riau telah melimpahkan berkas dua tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah Bengkalis tahun 2012 tersebut ke Kejaksaan Tinggi Riau. Mereka (tersangka-red) adalah Yudhi Veryantoro dan Suhendri Asnan. Keduanya adalah anggota DPRD Bengkalis periode 2009-2014. Namun hingga saat ini baru satu orang yang diadili di Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru.


Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau, Muspidauan kepada media mengatakan, jaksa peneliti baru menerima pemberitahuan penetapan tersangka keduanya pada 30 April 2018 lalu.


Dalam surat tersebut, diketahui bahwa Yudhi Veryantoro merupakan politisi dari Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK). Sedangkan Suhendri Asnan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).


Hampir empat bulan berjalan pasca pengirimannya SPDP itu, penyidik baru melimpahkan berkas perkara kedua tersangka. “Tadi pagi kita terima pelimpahan tahap satunya dari penyidik. Itu untuk dua tersangka (Yudhi dan Suhendri),” kata Muspidauan saat dikonfirmasi media, (13/08/2018).


Tahap satu ini kata Muspidauan, merupakan kali pertama dilakukan penyidik. Selanjutnya, Jaksa Peneliti akan melakukan penelitian berkas untuk menguji syarat formal dan materiil perkara dalam waktu 14 hari.


“Jika dinyatakan lengkap atau P21, maka bisa dilanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu tahap dua (pelimpahan tersangka dan barang bukti,red). Jika belum, berkas akan dikembalikan ke penyidik disertai petunjuk atau P19,” kata Mispidauan.


Sehingga, Kamis (05/03/2020), mantan anggota DPRD Bengkalis, Yudhi Veryantoro, dinyatakan hakim secara syah terbukti melakukan tindak pidana korupsi terhadap dana hibah/bansos serta melakukan pemotongan pada pencairan dana hibah tahun 2012 silam itu di Kabupaten Bengkalis.


Yudhi anggota DPRD Bengkalis tahun 2009-2014 itupun, dijatuhi hukuman oleh hakim Tipikor dengan pidana penjara selama 2 tahun saja.


Putusan vonis majelis hakim yang diketuai Dahlia Panjaitan SH pada sidang Kamis (5/3/20) pagi itu, H Yudhi terbukti secara sah melanggar Pasal 3 junto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

" Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun, denda Rp 50 juta subsider 3 bulan," kata Dahlia memutus.

Selain itu, terdakwa diwajibkan membayar uang pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp475 juta. subsideir) 6 bulan," ucap Dahlia.

Atas putusan majelis hakim itupun, baik terdakwa maupun jaksa, menyatakan pikir pikir.

Untuk diketahui, perbuatan terdakwa itu terjadi pada September 2012 lalu saat terdakwa selaku Anggota Badan Anggaran DPRD Bengkalis.


Terdakwa secara bersama-sama dengan Suhendri Asnan, Jamal Abdillah selaku Ketua DPRD dan Ketua Badan Anggaran DPRD Bengkalis, Hidayat Tagor Nasution selaku Wakil Ketua Badan Anggaran DPRD Bengkalis, Rismayeni, Tarmizi, Purboyo selaku anggota DPRD Bengkalis, H Herliyan Saleh selaku Bupati Bengkalis dan Azrafiany Aziz Raof selaku Kabag Keuangan Setda Kabupaten Bengkalis (masing- masing dilakukan penuntutan secara terpisah dan telah berkekuatan hukum tetap), telah melakukan mark-up terhadap penyaluran dana hibah dan memotong penyaluran dana hibah.


Terdakwa melalui Bobi Sugara (dituntut terpisah dan telah berkekuatan hukum tetap-red) diminta mencari kelompok masyarakat yang bisa diusulkan untuk diajukan mendapat dana hibah.


Bobi menginformasikan kepada orang-orang terdekat perihal tersebut. Dari sana banyak masyarakat yang mengetahui akan hal tersebut lalu meminta kepada bobi untuk bisa membantu membuatkan proposal untuk mendapatkan bantuan hibah tersebut.


Karena banyaknya masyarakat yang meminta bantuan, terdakwa bersama Bobi menjanjikan akan mengabulkan proposal bantuan itu dengan syarat dipotong sebanyak 50 persen dari dana hibah yang diberikan. Dari 140 proposal yang diusulkan, hanya 22 proposal kelompok masyarakat yang dikabulkan terdakwa.


Setiap proposal yang diloloskan itu, terdakwa langsung memotong dananya kisaran 50-70 persen. Total dana yang diterima oleh terdakwa dari hasil pemotongan dana hibah itu mencapai Rp475 juta.


Adapun kelompok- kelompok masyarakat Bengkalis yang menerima dana hibah itu antara lain, Group Kompang Al-Mubarak seharusnya Rp50 juta tetapi yang diterima kelompok ini hanya Rp15 juta. Sisanya Rp35 juta dipotong terdakwa.


Sementara keberadaan Suhendri Asnan yang ditetapkan tersangka pada tindak pidana korupsi tersebut oleh Polda Riau pada tahun 2018 silam, hingga kini tidak diketahui Media/Wartawan.


Namun hingga berita inipun naik, bahan konfirmasi tim pewarta yang diterima Whatsapp Kapolda Riau, Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi, termasuk bahan konfirmasi yang diterima Kabid Humas Polda Riau, Kombes Sunarto, belum terjawab. ***(rilis)



 
Berita Lainnya :
  • Dua Tahun Sudah Tersangka, LSM Minta Polda Riau Jelaskan Alasan Tersangka Korupsi Bansos Bengkalis Belum Ditahan
  •  
    Komentar Anda :

     
     
     
     
     
    Tokoh - Opini - Galeri - Advertorial Indeks Berita
    Redaksi - Disclaimer - Pedoman Berita Siber - Tentang Kami - Info Iklan
    © 2016-2020 PT. HESTI TRIBUNSATU PERS, All Rights Reserved