www.tribunsatu.com
Galeri Foto - Advertorial - Pariwara - Indeks Berita
 
Karlathu : Rakyat Jelata Langsung Masuk Bui, PT. Adei
Sabtu, 08-02-2020 - 09:26:48 WIB
TERKAIT:
   
 

PEKANBARU, Tribunsatu.com Kabut asap yang kelam dan mengerikan masih menghantui 6 juta penduduk provinsi Riau, dimana pada tahun 2019 lalu, ribuan rakyat riau menjadi korban dan berjatuhan akibat menderita ispa oleh serangan asap yang menyelimuti seluruh wilayah provinsi Riau.

Dari sekian banyak tersangka pelaku pembakar hutan dan lahan di Riau itu, yang terbanyak adalah masyarakat kalangan miskin, dan dalam waktu singkat semuanya ditahan dan menjalani hukuman. Beda halnya dengan Korporasi, atau perusahaan yang memiliki lahan dengan jumlah ribuan bahkan puluhan ribu hektar, sebut saja PT. Adei Plantasion yang bermarkas di Kota Pekanbaru, dan berasal dari Negara tetangga Malaysia, diketahui sejak ditemukan oleh petugas Gakkum KLHK september tahun 2019 lalu, hingha kini belum jelas status hukumnya, sekalipun barang bukti dan tempat kejadian telah di segel di Kabupaten Pelalawan Riau, namun perusahaan perkebunan sawit raksasa itu diduga masih "kebal" hukum.

“Kasus masih dalam pulbaket(pengumpulan bahan dan keterangan) di lahan konsesi mereka,” kata Direktur Penindakan PPLH Gakkum KLHK, Sugeng Riyanto, ketika dihubungi awak media beberapa waktu lalu.

Sugeng Riyanto bersama sejumlah penyidik Ditjen Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK telah melakukan penyegelan di konsesi PT Adei pada Jumat (13/9) petang. Penyegelan berupa pemasangan plang pengumuman dan dibentangkan pita kuning larangan melintas.

Lahan seluas 4,25 hektare yang diduga dibakar tersebut berlokasi di Kabupaten Pelalawan, berada di sebelah selatan Kota Pekanbaru. Lokasi kebakaran berupa lahan gambut yang kini terlihat bersih seperti hamparan karpet hitam.

“Dugaan terbakarnya tanggal 7 September,” katanya.

Dari data Gakkum KLHK, PT Adei Plantation memegang konsesi total luasnya 12.860 hektare. KLHK belum menetapkan tersangka dalam kasus tersebut. Kini kasus tersebut telah ditangani oleh Bareskrim Polri, namun sejak September lalu hingga saat ini statusnya belum jelas.

Berdasarkan rekam data pemberitaan media, kejadian ini bukan pertama kali PT Adei tersangkut masalah hukum kejahatan lingkungan, melainkan pada tahun 2013 lalu, Polda Riau pernah menetapkan tersangka pembakaran lahan terhadap perusahaan yang berinduk pada Holding Company Kehpong Berhard Industry Kuala Lumpur, Malaysia itu. Bahkan pembakaran hutan dan lahan di konsesi PT Adei saat itu turut mengakibatkan bencana kabut asap sepanjang Juli-Agustus 2013.

Kabarnya saat itu kasus PT Adei sudah sampai vonis di Mahkamah Agung (MA) yang menjatuhkan denda Rp15,1 miliar yang harus digunakan untuk pemulihan lahan yang terbakar seluas sekira 40 hektare. Namun lagi-lagi tidak ada tersangka dari petinggi perusahaan yang dijatuhi hukuman pidana penjara.

Sementara perintah Undang-undang sangat jelas atas tindakan pembakar hutan dan lahan, sebagaimana tertuang bahwa Sanksi Pidana penjara 12 tahun dan denda Rp10 Miliar (Pasal 187 KUHP, 108 UU nomor 32 Tahun 2009 Tentang Lingkungan hidup), namun sangat disayangkan PT. Adei Plantasion Hingga kini belum tersentuh oleh pidana tersebut.

Atas kenyataan ini, pakar lingkungan hidup dari UIN Riau, Dr. Elviriadi pun angkat bicara dan meminta dengan sangat kepada penyidik Polri, khususnya Bareskrim Polri yang menangani kasus PT. Adei Plantasion, agar secepatnya menetapkan status PT. Adei, karena telah nyata PT. Adei membakar hutan dan lahan di Pelalawan seluas 4,25 Hektar.

"Subtansi Hukum karhutla harus ditegakkan, baik perusahaan maupun perorangan yang terorganisir oleh cukong harus diusur tuntas ," terang Elviriadi.

Menurut Ketua Departemen Perubahan Iklim Majelis Nasional KAHMI itu, 

Atas Kenyataan ini, ia meminta aparat hukum segera memberikan kepastian hukum atas kasus yang menimpa PT.Adei, bila semua informasi dan langkah KLHK cukup kuat.

"Ya, arahan Pak Jokowi kan agar tidak ada lagi Karhutla. Jadi agar tidak sumir dimata publik, siapa pun yang bersalah secepatnya diproses. Sejauh ini kan, sudah banyak petani pribumi lokal yang ditahan dan divonis, publik menunggu komitmen penegak hukum terhadap korporasi," ketus Ketua Majelis Lingkungan Hidup Muhammadiyah itu.

Bagi pakar lingkungan ini, Lingkungan hidup adalah tempat kita dan semua mahluk hidup berada, semua pihak Harus menjaga dan melestarikan alam, bukan malah merusak dengan membakar.

Bagi Elviriadi, Sejauh ini, KLHK  sudah cukup berani menyegel dan menindak korporasi terduga pembakar lahan, yang  publik tunggu tunggu saat ini ialah tindak lanjut Polri, Kejaksaan dan Pengadilan.

"Operan "bola api" KLHK itu sudah cemerlang, tinggal bagaimana spirit KLHK itu disambut gegap gempita koleganya di Polri, Kejaksaan dan vonis pengadilan yang seadil adilnya, " pungkas putra Selatpanjang yang selalu gundul kepala demi nasib hutan.

Disisi lain saat awak media ini melakukan konfirmasi kepada humas PT. Adei Plantasion Pelalawan, Budi terkait status pihaknya setelah sekian lama diproses oleh Bareskrim Polri, Budi hahya mengatakan pihaknya hingga kini terus dalam posisi menunggu sembari bersikap kooperatif jika dibutuhkan dalam rangka penyidikan.

" Yang pasti kita semua sama-sama menunggu pak, kami juga belum mengetahui secara pasti sudah sampai dimana, yang jelas pihak Bareskrim Polri masih terus menangani permasalahan ini, jadi kita tunggu aja lah pak, " jawab Budi melalui telepon selulernya.

Menurut Budi, pihaknya terus menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Mabes Polri, dan lahan bekar terbakar seluas 4,25 Hektar diakuinya masih tetap dalam posisi tersegel seperti semula.||| aktual/Feri Sibarani

 




 
Berita Lainnya :
  • Karlathu : Rakyat Jelata Langsung Masuk Bui, PT. Adei
  •  
    Komentar Anda :

     
     
     
     
     
    Tokoh - Opini - Galeri - Advertorial Indeks Berita
    Redaksi - Disclaimer - Pedoman Berita Siber - Tentang Kami - Info Iklan
    © 2016-2020 PT. HESTI TRIBUNSATU PERS, All Rights Reserved