www.tribunsatu.com
Galeri Foto - Advertorial - Pariwara - Indeks Berita
 
Pengelolaan CA Kawah Kamojang dan CA Gunung Papandayan Mengedepankan Prinsip Konservasi
Minggu, 17-03-2019 - 09:14:58 WIB
TERKAIT:
   
 

Jakarta, Tribunsatu.com Minggu 17/3/2019, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) perubahan fungsi kawasan sebagian Cagar Alam (CA) Kawah Kamojang dan CA Gunung Papandayan menjadi Taman Wisata Alam (TWA), akan tetap mengedepankan prinsip-prinsip konservasi tumbuhan dan satwa liar, serta perlindungan terhadap hulu DAS Citarum dan DAS Cimanuk.

Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Wiratno, saat menjelaskan perubahan fungsi dalam fungsi pokok kawasan hutan, dari sebagian CA Kamojang dan CA Gunung Papandayan menjadi TWA, yang terletak di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat.

Wiratno menyampaikan perubahan fungsi sebagian kawasan CA menjadi TWA tidak diartikan sebagai penurunan fungsi, karena kedua kawasan tersebut masih berupa hutan konservasi, yang pengelolaannya yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai konservasi.

“Salah satu cerminan komitmen tersebut, yang juga digariskan dalam aturan pengelolaan hutan konservasi, yaitu kegiatan penataan ruang dalam kawasan hutan konservasi, yang disebut dengan penataan blok pengelolaan,’’ Ujarnya.

Perubahan ini merupakan perubahan pengelolaan, dari pengelolaan yang penekanannya diserahkan pada mekanisme alam, menjadi pengelolaan yang lebih banyak intervensi manusianya.

Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. SK.25/MENLHK/SETJEN/PLA.2/1/2018 tanggal 10 Januari 2018, perubahan untuk kawasan CA Kawah Kamojang adalah seluas ±2.391 ha, atau 29% dari luas total yaitu ±8.108 ha, sedangkan pada kawasan CA Gunung Papandayan, perubahan terjadi seluas ±1.991 ha, atau 25% dari luas total kawasan yaitu ±7.807 ha.

Wiratno menjelaskan, perubahan ini perlu dilakukan, mengingat area tersebut memiliki berbagai potensi jasa lingkungan, yang telah dimanfaatkan sejak lama bagi kepentingan umum. Salah satunya yaitu pemanfaatan potensi panas bumi sejak tahun 1974, untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat di Pulau Jawa dan Bali, serta tingginya minat pengunjung untuk melakukan wisata alam (tracking) di area tersebut.

“Masyarakat yang hidup di sekitar kedua kawasan juga sangat tergantung dengan jasa-jasa lingkungan, seperti jasa lingkungan air, keindahan alam, pelindungan hidrologis dan jasa lainnya,” lanjutnya.

Dirinya juga meyakinkan, perubahan ini telah telah dijalankan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, dan mempertimbangkan hasil-hasil kajian lapangan (scientific based), yang melibatkan para ahli yang kompeten.

Beliau juga menambahkan bahwa, dengan adanya perubahan fungsi kawasan dari sebagian CA menjadi TWA, maka kegiatan pemanfaatan panas bumi dapat dilanjutkan melalui izin pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi, sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.46/MENLHK/SETJEN/Kum.1/5/2016 tentang Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi pada Kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.

“Masyarakat di sekitar kawasan juga dapat memanfaatkan jasa lingkungan dengan lebih optimal, melalui akses legal dalam hal pemanfaatan air dan pemanfaatan wisata sesuai peraturan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.64/Menhut-II/2013 tentang Pemanfaatan Air dan Energi Air di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam,” ujar Wiratno optimis.

Saat ini kondisi sebagian dari CA Kawah Kamojang dan CA Gunung Papandayan telah mengalami degradasi, sehingga perlu dilakukan upaya pemulihan ekosistem kawasan.

Menurut Wiratno, dengan adanya perubahan fungsi, pemulihan ekosistem dapat segera dilakukan melalui kegiatan penanaman/ pengkayaan, karena jika masih berstatus Cagar Alam, maka pemulihan ekosistem, hanya dapat dilakukan dengan mekanisme alami.

Sesuai Peraturan Menteri LHK Nomor P.76/Menlhk-Setjen/2015 tentang Kriteria Zona Pengelolaan Taman Nasional, dan Blok Pengelolaan Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam

“Terkait hal ini, pada tahun 2019, Balai Besar KSDA Jawa Barat telah merencanakan kegiatan pemulihan ekosistem seluas ±632 ha, dari total target pemulihan ekosistem seluas ±895 ha,” pungkas Wiratno.

Sebagaimana diketahui, CA Kawah Kamojang dan CA Papandayan berada di bawah pengelolaan Balai Besar KSDA Jawa Barat, Ditjen KSDAE KLHK. CA Kawah Kamojang ditunjuk sebagai kawasan hutan berdasarkan keputusan Pemerintah Belanda sesuai Government Besluit (GB) Nomor 27 dan Nomor 28 tanggal 7 Juli 1927.

Setelah kemerdekaan, CA Kawah Kamojang ditunjuk pertama kali oleh Menteri Pertanian seluas ±7.500 ha, berdasarkan Keputusan Nomor 170/Kpts/Um/3/1979 tanggal 13 Maret 1979. Di tahun yang sama, kawasan CA Gunung Papandayan yang berada di sebelah tenggara CA Kawah Kamojang juga ditunjuk dengan luas ± 6.000 ha.

Adapun pemanfaatan panas bumi di kedua kawasan tersebut termasuk program strategis nasional dalam menunjang kebijakan energi nasional, sebagaimana diatur dalam PP Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.

Kegiatan pemanfaatan ini telah menghasilkan listrik dengan kapasitas 505 MW yang didistribusikan untuk memenuhi pasokan listrik wilayah Jawa-Madura-Bali, di bawah pengelolaan PT Pertamina Geothermal Energy dan Kontrak Operasi Bersama (KOB) PT Pertamina Geothermal Energy - Star Energy Geothermal Darajat II Ltd. (Feb/SP)



 
Berita Lainnya :
  • Pengelolaan CA Kawah Kamojang dan CA Gunung Papandayan Mengedepankan Prinsip Konservasi
  •  
    Komentar Anda :

     
     
     
     
     
    Tokoh - Opini - Galeri - Advertorial Indeks Berita
    Redaksi - Disclaimer - Pedoman Berita Siber - Tentang Kami - Info Iklan
    © 2016-2020 PT. HESTI TRIBUNSATU PERS, All Rights Reserved